Moral Anak SD


Perkembangan Moral Anak Usia SD
Sukiman
           

Masyarakat sebagai bentuk kumpulan dari orang-orang pada umumnya, hidup dalam jalinan peraturan yang sama yang menjadikan mereka yang ada dalam kumpulan tersebut dapat hidup bersama – adanya ikatan moral dan/atau aturan moral. Namun demikian mengingat kekhasan masing-masing anggota masyarakat, ada beragam tingkat kepedulian dan ketaatan yang berkontribusi maupun bertentangan dengan prinsip hidup bersama. Dengan kata lain tidak hirau atau abai terhadap masalah moral sering mengakibatkan adanya friksi di masyarakat.
Ada empat ragam tingkah laku bila dikaitkan dengan masalah moral. Pertama,  perilaku moral, yakni perilaku yang menyesuaikan dengan kode moral dari kelompok sosialnya. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep moral, yakni aturan-aturan dalam bertingkah laku, di mana anggota msyarakat berperilaku sesuai dengan pola perilaku yangharapkan oleh masyarakatnya. Kedua, perilaku immoral adalah adalah perilaku yang gagal menyesuaikan dengan harapan sosial. Ketiga, perilaku unmoral, adalah perilaku yang tidak menghiraukan harapan dari kelompok sosialnya (Modul 4 KB 1 Hlm 4.3). Keempat, perilaku amoral atau tidak bermoral artinya sama sekali/tidak lagi ada pertimbangan moral dari tingkah laku yang lakukan seseorang individu.
Hurlock (1978) dalam Modul 4 Kb.1 Hlm 4.4 -4.5, menyebutkan adanya empat elemen dalam Perkembangan Moral Anak:
1.      Peran Hukum, Kebiasaan/Tata Krama dan Aturan dalam Perkembangan Moral.
Peran penting elemen pertama dari perkembangan moral anak dalam belajar menjadi individu yang bermoral adalah belajar apa yang diharapkan oleh kelompok. Dalam setiap kelompok sosial beberapa tingkah perilaku dapat dianggap benar atau salah, karena berkaitan dengan kesejahteraan anggota kelompoknya.
2.      Peran Kata Hati dalam Perkembangan Moral
Kata hati merupakan kontrol internal (dalam diri) terhadap tingkah laku seseorang.  .......... anak harus menggunakan kata hatinya sebagai kontrol terhadap tingkah lakunya. Hal ini merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting di masa sekolah.
3.      Peran Rasa Bersalah dan Malu dalam Perkembangan Moral
..... Jika tingkah laku mereka tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh kata hatinya maka mereka akan merasa bersalah, malu atau keduanya.
4.      Peran Interaksi Sosial dalam Perkembangan Moral
Interaksi sosial memegang peran penting dalam perkembangan moral anak karena dapat memberikan dasar-dasar dari tingkah laku yang diterima dan tidak diterima kelompok.
Jika ada perbedaan antara standar moral di lingkungan rumah dengan lingkungan kelompok, maka anak cenderung lebih menerima standar yang ditetapkan oleh kelompok dan menolak apa yang telah ditetapkan oleh keluarga.
Melalui interaksi sosial,  anak tidak hanya belajar mengenai kode-kode  moral, tetapi mereka juga berkesempatan untuk belajar mengevaluasi tingkah laku mereka. Jika evaluasi menyenangkan maka anak akan termotivasi untuk taat pada standar moral yang telah ditetapkan oleh lingkungan. Jika evaluasi tidak menyenangkan maka anak akan mengubah standar moral mereka dan menerima apa yang diharapkan lingkungan padanya.
Di lingkungan sekolah, anak akan menemukan aturan-aturan sekolah, di mana guru lebih berperan dalam mengontrol tingkah lakunya.

Berdasarkan kutipan pendapat sebagaimana diuraikan di atas, dikaitkan dengan kenyataan empirik ditemukan hal-hal sebagai berikut:
Pada elemen pertama, ada keluhan yang tertuju pada perilaku anak zaman sekarang. Dikatakan bahwa banyak anak yang tidak mengenal sopan santun. Contoh kecil seperti pada tertera pada layanan pesan singkat (SMS): ”Pak saya mau konsultasi, ANDA di mana?” Kata ”anda” pada pesan tersebut menunjukkan bahwa disadari atau tidak, pengirim pesan memposisikan dirinya sama dengan individu yang menerima pesan (Padahal posisinya tidak sama, seperti orang tua – anak). Bertolak dari kata ”mau konsultasi” dapat dipastikan bahwa si pengrim pesan berpeluang posisinya ada di bawah si penerima pesan. Sehingga orang yang menerima pesan menjadi tidak sejahtera dengan disebut ”anda”.
            Oleh karena itu beberapa waktu yang lalu terdengar santer usulan untuk menjadikan ”sopan santun” sebagai satu mata pelajaran tersendiri; di lain pihak ada yang menyalahkan bahwa semua itu terjadi karena dihilangkannya mata pelajaran ”Budi Perkerti” di sekolah.
Elemen kedua, pernyataan bahwa: ”anak harus menggunakan kata hatinya sebagai kontrol terhadap tingkah lakunya” merupakan suatu keadaan yang diharapkan banyak pihak. Tetapi bila dikaitkan dengan kondisi riil, ada kecenderungan kata hati tidak lagi mampu untuk mengontrol tingkah laku. Sehingga terlihat banyak terjadi pelanggaran sebagai wujud tingkah laku yang tidak dapat dikontrol oleh kata hati.
           
Elemen ketiga, ada sejumlah kasus seperti pengunduran diri dari suatu jabatan penting, dan bahkan ada kasus bunuh diri karena malu, misalnya  kegagalan atas lembaga yang dipimpin; Pada mereka yang melakukan hal itu menyebutnya  sebagai bentuk dari budaya malu. Ya, malu melakukan kesalahan terutama yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap publik. Di lain pihak, maraknya kasus seperti ”markus”, ”marjak”, dan ”mar-mar” yang lain, secara nyata budaya malu itu telah hilang pada diri pelaku.
Elemen keempat,   terkait dengan pernyataan: ”Jika evaluasi menyenangkan maka anak akan termotivasi untuk taat pada standar moral yang telah ditetapkan oleh lingkungan. Jika evaluasi tidak menyenangkan maka anak akan mengubah standar moral mereka ....”.
Dari beberapa  kasus empirik seperti tingkah laku mencari kesenangan dengan cara-cara terlarang merupakan salah satu bukti bahwa ada pengubahan standar moral dari si pelaku karena merasa tidak mendapatkan kesenangan dengan standar moral yang berlaku.

Teman-teman PGSD FKIP UMK, kasus-kasus pada keempat elemen perkembangan moral di atas menantang anda calon guru SD untuk dapat berbuat sesuatu, sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab guru SD. Pada elemen pertama: Bagaimana menginternalisasikan nilai-nilai sopan santun ke dalam diri anak secara infusi ke dalam mata pelajaran, sehingga tidak perlu ada mata pelajaran sopan santun yang berdiri sendiri, tetapi anak dapat berlaku sopan dan santun dalam berhubungan dengan lingkungannya?
Elemen kedua, bagaimana kegiatan proses belajar-mengajar mata pelajaran (khususnya lima bidang studi) dapat untuk mengembalikan peran kata hati sebagai alat kontrol terhadap tingkah laku?
Elemen ketiga, bagaimana dalam proses belajar – mengajar pada lima bidang studi mampu berkontribusi bagi kokohnya budaya malu pada anak untuk tidak berbuat baik?
Elemen keempat, bagaimana dalam proses belajar – mengajar pada lima bidang studi di SD dapat menjadikan  standar moral yang diberikan masyarakat dapat dirasakan anak sebagai hal yang menyenangkan?


Minat Anak SD

Perkembangan Siswa SD

Dalam Buku Pendidikan Anak SD, Modul 3 Kegiatan Belajar 1 dalam pembahasan tentang minat, ada pernyataan yang mengatakan bahwa tumbuhnya minat dalam diri seseorang, dalam hal ini minat pada sekolah sangat tergantung dari bagaimana pengalaman pertama anak pada sekolah (hal.3.19).
Berdasarkan pernyataan tersebut pengalaman pertama dapat dimaknai pada aktivitas-aktivitas yang dijalani anak seperti kegiatan dalam membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Pengalaman dalam kegiatan calistung pada umumnya telah dimiliki anak SD kelas I yang dari TK. Sehingga dimungkinkan ada di antara anak SD kelas I yang memiliki pengalaman pertama yang tidak menyenangkan, yang karena pengalaman tersebut dapat membahayakan lemahnya minat anak pada tugas-tugas sekolah.
Baca selengkapnya »
Return top